Al-Irsyad Ila Shahihil I'tiqad


Bismillahirrahmanirrahim

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dia menciptakan kita untuk beribadah kepada-Nya, memerintahkan kita untuk mentauhidkan dan menaati-Nya. Dia Maha Kaya dari segala yang selain-Nya, sedangkan kita sangat membutuhkan-Nya. Maka Allah berfirman: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menginginkan agar mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Dzat Yang Maha Memberi rezeki, Pemilik kekuatan yang sangat kokoh."

Dia mengutus rasul-Nya sebagai penyeru kepada tauhid dan pengikhlasan dalam beragama kepada-Nya. Maka tidaklah Dia mengutus seorang rasul pun sebelum Nabi kita Muhammad ﷺ melainkan dengan wahyu: "Bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." Maka Rasulullah ﷺ diutus kepada seluruh manusia, baik Arab maupun non-Arab. Beliau berdakwah kepada tauhid dan pengikhlasan dalam beragama kepada Allah, serta memerintahkan untuk menaati Allah dan Rasul-Nya. Orang-orang yang menjawab dakwahnya adalah para sahabatnya yang mulia, yang berjuang bersama beliau dan membantu serta menolongnya. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada mereka hingga hari kiamat.

Setelah itu—ketahuilah—sesungguhnya penjelasan tentang hakikat tauhid dan dakwah kepadanya termasuk perkara yang paling penting dan kewajiban yang paling agung. Karena inilah misi utama yang dibawa oleh seluruh rasul, dan karena perhatian terbesar mereka adalah untuk memperbaiki akidah terlebih dahulu sebelum yang lainnya. Maka Nabi ﷺ tinggal di Makkah selama tiga belas tahun, menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah, memperbaiki keyakinan mereka, dan menyeru kepada penghambaan yang murni kepada Allah semata. Beliau tidak diperintahkan untuk berjihad dan memerangi orang-orang musyrik kecuali setelah beliau hijrah ke Madinah dan memiliki kekuatan untuk itu. Dan para ulama sepakat bahwa tauhid adalah perkara yang paling wajib untuk diketahui dan diamalkan.

Mereka (para ulama) mengajarkan dan menulis buku-buku untuk menjelaskan kepada umat, hingga buku-buku akidah memenuhi bagian besar dari khazanah perpustakaan Islam dan menjadi yang paling banyak tersebar di antaranya.

Saya merasa terdorong untuk berpartisipasi meskipun dengan usaha yang sedikit dalam amal yang besar ini, maka saya menulis kalimat-kalimat ini yang saya persembahkan kepada para pembaca, dengan harapan semoga bermanfaat bagi mereka dalam mendekatkan sebagian informasi. Dan saya berusaha untuk menyesuaikan antara realita masyarakat awam dan kemampuan mereka dalam memahami penjelasan dari ilmu. Sebab, tidak semua orang yang memiliki informasi mampu memaparkannya dengan baik, dan tidak semua penelitian menghasilkan manfaat—bahkan bisa saja salah satu penelitian justru menjauhkan mereka dari kebenaran, maka perlu adanya nasihat bagi para peneliti agar mereka memperhatikan hal tersebut.

Saya menyusun kalimat-kalimat ini untuk kalangan awam umat Islam, dan juga untuk para pelajar dan penuntut ilmu. Saya banyak mengambil dari kitab-kitab para ulama yang terpercaya dalam dakwah, khususnya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab dan para ulama yang mengikuti jalur dakwahnya dalam pembaruan, khususnya dalam kitab Tauhid. Dan tidak saya niatkan untuk membuat hal baru, atau menambah sesuatu yang baru. Namun saya hanya ingin menyusun sebagian informasi dan mengaitkannya dengan realita umat, semoga hal ini tepat sasaran.

Asal-usul dari buku ini adalah rangkaian kajian yang saya sampaikan melalui Radio Al-Qur’an Al-Karim di Kerajaan Arab Saudi. Dan sebelumnya saya tidak berniat menerbitkannya dalam bentuk buku, akan tetapi saudara-saudara yang mulia mendesak saya untuk menyusunnya dan menerbitkannya. Maka saya memohon kepada Allah agar amal ini ikhlas karena-Nya, dan bermanfaat bagi para hamba-Nya, serta menjadi sarana dalam jalan dakwah menuju-Nya, dengan metode dakwah yang benar. Kita memohon kepada Allah agar menunjuki kaum muslimin ke jalan-Nya yang lurus, dan menjaga mereka dari jalan-jalan yang menyimpang, serta agar Allah tidak menjadikan mereka seperti orang-orang yang tersesat dan menyesatkan, para pengikut hawa nafsu, dan orang-orang yang menyebarkan kerusakan dan kebatilan serta memperindahnya di hadapan manusia, dan dengan itu mereka menyesatkan para hamba dari jalan Allah.

Ilmu dan loyalitas (wala’). Sungguh sangat disayangkan, banyak dari para da’i di masa kini tidak memperhatikan sisi akidah dan pembenahannya. Bahkan sebagian mereka berkata: "Biarkan saja manusia dengan keyakinan mereka masing-masing, jangan ganggu mereka, satukan saja, jangan sampai tercerai-berai." Padahal, kita tidak bisa bersatu kecuali di atas hal yang telah kita sepakati, dan kita tidak akan pernah bisa bersatu di atas apa yang kita perselisihkan. Sebab, perbedaan-perbedaan yang bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah ﷺ, serta menyelisihi apa yang telah disepakati oleh para salaf umat ini, tidak boleh ditoleransi.

Jika kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Itulah yang terbaik dan paling baik akibatnya. Maka tidak ada jalan untuk menyatukan umat ini dan memperbaiki urusan mereka kecuali dengan merujuk kepada Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya yang shahih, serta memahami keduanya berdasarkan pemahaman salaf umat ini dalam perkara-perkara akidah, karena ia merupakan landasan utama. Allah Ta'ala berfirman: "Dan berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai."

Tidak ada jalan keluar dari kondisi ini kecuali dengan menapaki jalan para salaf yang shalih. Dan hanya Allah-lah tempat meminta pertolongan. Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memberi mereka hidayah menuju jalan yang lurus. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.


Penulis


Pengantar

Akidah Islam adalah ajaran yang Allah utus rasul-Nya dengannya, dan Dia turunkan kitab-kitab-Nya untuk menyampaikan serta mewajibkannya atas seluruh makhluk, baik jin maupun manusia, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."

Juga firman-Nya:

"Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul (yang menyerukan): ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (segala yang disembah selain Allah)’."

Bentuk penyampaian seruan akidah ini terdapat dalam semua kitab samawi yang diturunkan oleh Allah, dan dijelaskan oleh semua rasul kepada umat mereka. Maka tidak ada satu risalah pun, kecuali mengandung ajaran akidah dan menyeru kepada tauhid serta menjelaskan kebalikannya, yaitu syirik dan akibatnya. Terutama karena akidah inilah yang menjadi sumber kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Allah Ta'ala berfirman:

"Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya bagi dia penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."

Dan siapa yang menyeleweng dari akidah ini, maka ia akan tersesat dalam berbagai prasangka dan kebatilan. Jika ia mati dalam keadaan demikian, maka ia termasuk orang-orang yang celaka. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

"Dan barang siapa menyelisihi Rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang mukmin, maka Kami akan membiarkannya dalam kesesatan yang dipilihnya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam dan itu seburuk-buruk tempat kembali."

Akidah inilah yang membedakan antara orang beriman dan kafir, karena jika akidahnya benar maka semua amalnya akan diterima. Namun bila akidahnya rusak, maka seluruh amalannya sia-sia, meskipun ia tampak baik secara lahir.

Akidah yang benar akan membuahkan keselamatan darah dan harta di dunia, serta mengharamkan tindakan zalim terhadap pemiliknya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah…”

Manusia tidak akan selamat hingga mereka mengucapkan: “Lā ilāha illallāh” (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah). Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila mereka telah mengucapkannya, maka darah dan harta mereka terjaga dariku, kecuali dengan hak Islam. Adapun hisab mereka terserah kepada Allah.”

(HR. Muslim)

Ucapan ini juga menjadi penyelamat dari siksa Allah di hari kiamat. Telah diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka ia akan masuk surga.”

Dan dalam hadits lain disebutkan dari ‘Uthmān bin ‘Affān radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa meninggal dan dia mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, maka dia akan masuk surga.”

Dan akidah yang benar (akidah tauhid) akan menjadi sebab keselamatan dari kekalnya siksa neraka bagi orang yang tidak mengamalkannya secara sempurna. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Barang siapa yang mengucapkan Lā ilāha illallāh dan ia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, maka dia akan masuk surga. Dan barang siapa mengucapkan Lā ilāha illallāh dan menyekutukan Allah, maka dia akan masuk neraka.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Al-‘Allāmah Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata dalam syarah hadits Jabir:

"Sebagian orang yang tergelincir mengira bahwa orang yang mengucapkan Lā ilāha illallāh tidak akan kekal di neraka walaupun ia melakukan semua dosa besar. Ini adalah kekeliruan yang nyata. Sebab syahadat tidak akan bermanfaat kecuali bagi orang yang mengetahui maknanya, meyakininya, dan mengamalkannya dengan tulus. Jika tidak, maka dia tidak termasuk orang yang bertauhid, walaupun ia mengucapkannya dengan lisannya. Sebab, ucapan tanpa keyakinan tidak bermanfaat."

Akidah yang benar adalah landasan diterimanya amalan. Tanpa akidah yang benar, amalan sebesar apa pun akan sia-sia. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Jika engkau mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapus amalmu dan engkau pasti termasuk orang-orang yang merugi.”

(QS. Az-Zumar: 65)

“Agar Dia memberikan balasan kepada mereka atas amal terbaik yang telah mereka kerjakan.”

Sebaliknya, akidah yang rusak akan menghapus seluruh amalan. Allah Ta’ala berfirman:

“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, ‘Jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya amalmu akan terhapus dan engkau benar-benar termasuk orang-orang yang merugi’.”

Dan firman-Nya:

“Seandainya mereka berbuat syirik, maka pasti akan lenyap seluruh amal yang pernah mereka kerjakan.”

Akidah yang rusak mengakibatkan pelakunya terkena azab dan kekal di neraka, sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.”

Dan juga firman-Nya:

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh Allah telah mengharamkan surga atasnya dan tempat kembalinya adalah neraka. Tidak ada penolong bagi orang-orang zalim.”

Akidah yang rusak juga menyebabkan darah halal ditumpahkan dan harta dirampas dari pemiliknya. Tentang mereka Allah berfirman:

“Perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hanya milik Allah semata.”

Dan firman-Nya:

“Jika telah habis bulan-bulan haram, maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana pun kamu jumpai mereka, tangkaplah mereka, kepunglah mereka, dan intailah mereka di tempat pengintaian.”

Akidah yang benar juga memberikan pengaruh besar terhadap akhlak sosial dan tatanan masyarakat. Akidah tersebut membentuk pribadi yang baik dan beradab dalam semua sisi kehidupan. Seseorang yang masuk masjid dengan niat yang lurus dan keyakinan yang benar bahwa masjid adalah rumah Allah, tempat suci, dan pusat ibadah, maka akan berbeda keadaannya dari orang yang masuk masjid hanya karena rutinitas belaka.

Akidah yang benar juga menjadikan hati manusia lebih bersih, lebih mulia, lebih dekat kepada sesama kaum mukminin, serta menjauh dari permusuhan, iri hati, dan kebencian. Inilah yang terjadi pada para sahabat sebelum masuk Islam: mereka dahulu bermusuhan, namun setelah masuk Islam dan memegang akidah yang lurus, Allah persatukan hati mereka dan jadilah mereka bersaudara.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika dahulu kamu saling bermusuhan, lalu Allah jinakkan hati-hati kalian dan kalian menjadi bersaudara.”

(QS. Ali ‘Imran: 103)


No comments:

Post a Comment